Terkadang
memang terlihat aneh kalau kita perhatikan berbagai perlombaan di dunia. Semua
pihak berupaya keras untuk bisa menempati posisi nomor satu. Entah ada rahasia
apa sehingga angka satu menjadi favorit hampir di segala sisi kehidupan
manusia. Hingga sebagian kita akan sangat bangga jika menempati tempat
‘teratas’ baik di sekolah dulu maupun untuk urusan pekerjaan.
Padahal
yang sebenarnya angka satu hanyalah menunjukkan urutan siapa yang lebih dulu
mencapai target. Namun kenyataannya ia seolah menjadi bentuk prestasi
satu-satunya yang melambangkan kesuksesan. Ironisnya, tak sedikit para
‘pemenang’ nya yang mengalami kegagalan, dan kebanyakan justru terjadi dalam
realita kehidupan mereka sendiri. Sayangnya lagi, prestasi di masa lalu yang mengundang
popularitas tak bisa mengobati malah sebaliknya membuat semakin parah rasa
frustasi saat mengingatnya.
Mungkin
kita perlu menganggap angka satu sebagai wujud sebuah keputusan ya atau tidak.
Seperti bilangan biner yang mengatur segala proses komputasi peralatan canggih
di seluruh dunia. Kombinasi berbagai ‘keputusan’ yang tepatlah yang memberi
keunggulan tersendiri. Tak heran jika sosok yang sadar akan hal itu tidak
tergoda untuk menjadi pribadi nomor satu. Justru orang lain yang sibuk memberi
penilaian dan menyematkan gelar tertinggi pada dirinya yang cenderung semu.
Prestasi
yang sebenarnya adalah bagaimana kita bisa mengambil keputusan ya atau tidak
sesuai hasrat, kemampuan dan tanggung jawab yang diemban. Sementara, benefit
yang muncul lantaran upaya yang kita lakukan merupakan pemberian Sang Pencipta.
Jadi untuk apa mengejar sesuatu yang cuma dinilai oleh manusia seperti kita.
Bukankah Tuhan sudah menjanjikan anugrah bagi siapapun yang berbuat kebaikan
meski tak menjadi nomor satu di dunia?
